Suatu ketika, Sayyidina Ali bin Abi Thalib a.s. kehilangan baju besinya. Beliau kemudian menemukannya di tangan seorang non-Muslim. Sayyidina Ali mendatangi orang tersebut dan berkata, “Itu adalah baju besiku. Aku tidak pernah menjualnya atau memberikannya kepada siapa pun.”
Orang itu membantah, “Baju besi ini milikku, aku menemukannya.”
Sayyidina Ali, meskipun saat itu menjabat sebagai khalifah, tidak menggunakan kekuasaannya untuk mengambil baju besi itu. Beliau malah membawa perkara tersebut ke pengadilan.
Di pengadilan, Qadhi Syuraih (hakim) memeriksa perkara itu. Sayyidina Ali tidak memiliki saksi yang kuat untuk mendukung klaimnya, sehingga Qadhi memutuskan bahwa baju besi tersebut menjadi milik orang tersebut.
Orang non-Muslim itu sangat terkejut dengan keadilan Sayyidina Ali. Ia berkata, “Bagaimana mungkin seorang pemimpin tertinggi mendatangi pengadilan dan menerima keputusan yang tidak memihaknya?”
Akhirnya, ia mengakui bahwa baju besi itu memang milik Sayyidina Ali yang ia temukan di jalan. Dengan penuh rasa hormat, ia mengembalikannya dan berkata, “Demi Allah, inilah keadilan yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya.”
Sayyidina Ali pun tersenyum dan memberikan baju besi itu kepadanya sebagai hadiah.
Pesan Moral:
Kisah ini menunjukkan keadilan luar biasa Sayyidina Ali a.s. yang tidak membedakan status atau agama. Sikap beliau menjadi teladan bagi kita untuk menegakkan keadilan, meskipun itu tidak menguntungkan diri sendiri. Kejujuran dan keadilan dapat membuka hati manusia untuk menerima kebenaran.