Pagi tadi, saya mendengar sekelompok ibu-ibu membicarakan soal reuni sekolah. Sebetulnya biasa. Namun, yang membuat saya tertarik adalah kebanyakan mereka sudah menikah dan berumah tangga. Kalau yang membicarakannya seumuran saya, pelajar, mahasiwa dan seterusnya sih mungkin tidak masalah ya.
Sebetulnya mereka juga tidak masalah. Tetapi, saya merasa ada unsur ketidaketisan di situ. Apalagi dalam pembicaraannya ada bahasan nostalgia, bagaimana hubungan mereka dengan si ini di masa lalu dan lain-lain. Sehingga, dalam pandangan saya, orientasi mereka untuk reuni itu jadi agak rancu dan keluar dari koridor lurus.
Dan karenanya, reuni itu bisa saja menjadi penyebab munculnya kesalahpahaman dalam rumah tangga mereka. Dengan suami atau istrinya. Kecuali kalau reuni tersebut melibatkan mereka juga ya, lalu di tujukan untuk mempererat silaturahim dalam arti positif, untuk kepentingan bersama/sosial dan sebagainya (yang bermanfaat). Itu sih boleh, malah bagus.
Di luar itu, saya kurang menyetujuinya. Rumah tangga adalah hubungan yang perlu di jaga dan di rawat keharmonisannya. Mencegahnya dari adanya orang ketiga, ketidkterbukaan dan lain-lain adalah hal yang wajib. Antara suami ataupun istri harus memiliki sikap bijak dan dewasa. Terlebih dalam urusan menjaga perasaan dan mempertahankan hubungan baik dengan pasangan masing-masing.
Banyaknya kejadian perselingkuhan yang di awali oleh kegiatan reuni dan berujung pada perceraian di sebabkan karena ketidakkomitmenan dari salah satu pasangan (yang melakukannya) adalah alasan yang menjadikan saya berpendapat demikian. Jadi, kalau tujuannya tidak terlalu jelas, terkesan basa basi, tidak mendesak atau sejenisnya menurut saya mending tidak usah ikut/di adakan.
Wallahu ‘alam
Ega Adriansyah
Kubangdeleg, 23 Juni 2022, 11.54 WIB